Part I (Karya Rara Firdani; Kelas VIII; SMPN 1 Yosowilangun-Lumajang)
DESAKU SAYANG, DESAKU MALANG
Aku tinggal di daerah pinggiran kota Jember. Lingkungan tempat tinggalku masih cukup asri dan nyaman. Pepohonan rimbun nan hijau masih dapat ditemukan disini. Sehingga tidak ada kecemasan kami, penghuni desa Keting ini, dilanda kekeringan atau kekeringan air pada musim kemarau tiba.. Selain itu, sebagaian besar penduduk di desaku bekerja mengolah persawahan dan perkebunan. Nah, tidak salah kiranya jika desaku nampak seperti Green Monster yang gagah perkasa. Sebuah sebutan bagi desa tercintaku yang sering aku banggakan kepada saudara-saudaraku di luar daerah.
Di desaku juga terdapat kawasan hutan kecil yang masih terjaga. Pepohonon yang berumur sangat tua dan fauna liar, misalnya beberapa jenis burung, ular, kadal, dan musang pun masih betah tinggal dan berkembang biak disini. Belum lagi kali mati buatan penjajah, sekarang menjadai rawa, menambah asrinya desaku. Singkat kata, desaku: desa kecil, berpotensi besar.
Namun keperkasaan sang Green Monster telah kehilangan taringnya. Betapa tidak, hijaunya desaku telah berganti dengan lubang-lubang terjal, tandus tanpa pepohonan. Disana-sini, bau ampas padi mengepul dan terbang ditiup angin, menyesakkan dada bagi siapa saja yang melintas disana. Burung-burung yang asyik berpaduan suara setiap pagi pun sampai detik ini tampak enggan mendedangkan lagu terbaik mereka. Toh, jika ada pun, bagiku itu merupakan jeritan dan tangisan yang mungkin hanya aku saja yang dapat memahaminya. Ya, para pemilik lahan pencetakan batu bata, inilah yang merubah sang Green Monster. Merekalah yang telah mengebiri keperkasaannya. Oh ... .
Menurutku, tak apalah mengolah lahan untuk pencetakan batu bata. Siapa yang akan menyalahkan mereka?. Apalagi kondisi ekonomi saat ini cukup sulit untuk mencari kerja. Dengan adanya sektor ekonomi ini ternyata dapat membuka lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Utamanya di desaku. Kebanyakan, para pekerja ini adalah pekerja musiman, pekerja sambilan selain sebagai buruh tani. Selama menunggu musim tanam dan panen tiba, mereka menyibukkan diri di sektor ini. Walau upah tak setinggi pegawai negeri, namun cukuplah untuk makan sehari.
Namun, lain masalahnya jika lahan pencetakan batu bata ini nomaden, menyisakan lubang-lubang menganga seolah-olah ratusan ranjau telah meledak dan meluluhlantakkan desa kami. Ketika bunga tanah tak tersisa lagi. Mereka, si empu pencetakan, mulai melirik lahan mana lagi yang akan digali, lagi dan lagi. Pondok-pondok kecil beratap dadhuk (sebutan daun tebu kering, dalam bahasa Jawa), tempat pembakaran batu bata, berdiri megah, ratusan malah.
Aku merasa khawatir dan takut jika melewati kawasan ini pada musim hujan tentunya. Pasalnya lubang-lubang penggalian ini telah memudahkan air rawa menembus masuk, membanjiri lubang galian yang telah ditinggal pemiliknya. Hanya menyisakan tanah berjarak semeter dari marka jalan. Apalagi, jalan yang melintasi desaku adalah jalan alternatif. Seringkali para pengendara kendaraan bermotor yang tak bersurat kendaraan lengkap memilih jalan ini, jika polisi lalu lintas melakukan aksinya di jalan raya yang tak jauh dari desa kami. Bahkan tak jarang mobil-mobil besar, truk pengangkut kayu, batu dan bus pun turut meramaikan jalan ini. Kadang aku ngeri sendiri membayangkan tiba-tiba jalan itu runtuh, ambruk, ketika tak mampu menahan beratnya beban kendaraan yang melintas. Sampai berapa lama lagi, jalan ini mampu bertahan?. Duh, Gusti Allah ... .
Dalam suatu kesempatan, aku pernah meminta pendapat ayah tentang masalah ini. “Ayah, apa akibat yang akan dirasakan apabila jalan ini benar-benar ambruk di kemudian hari?”. “Entahlah,”jawab ayah sambil menghela nafas. “Mungkin si pemilik lahan itu baru menyadari kecerobohannya. Menurut ayah, pihak yang paling merasakan akibat buruk dan kerugiannya adalah kita, penduduk disini, dan pemerintah desa,”lanjut ayah.
“Tentu saja. Saya setuju dengan pendapat ayah. Apalagi ambruknya jalan yang nantinya diperkirakan beratus-ratus meter ini dapat dipastikan akan menggangu aktifitas mereka. Nah, Rara tidak habis pikir mengapa pihak pemerintah desa kita hanya diam, tidak ada tidakan apa pun. Padahal, sepengetahuan Rara penggalian lahan untuk batu bata ini kan ada peraturan dan undang-undangnya?,”sambungku dengan berapi-api.
Ayah tersenyum melihat tingkahku. “Ayah tidak bisa menjawab dengan pasti tentang pertanyaan mu itu, Ra?,” . Sejenak kami diam seribu bahasa. “Namun yang pasti, ayah meyakini bahwa pemerintah desa kita telah berupaya melakukan tindakan-tindakan pencegahan ambruknya jalan ini. Salah satunya, dengan cara pengerasan dan pengaspalan jalan ini,”sambung beliau.
“Tapi, itu tidak cukup. Toh, nantinya tetap saja jalan akan ambruk. Menurut rara, apa tidak lebih baik langkah pertama adalah menyumbat aliran air rawa yang masuk ke bekas galian dengan cara membuat tanggul. Kemudian, galian yang terlanjur dibiarkan itu dimanfaatkan sebagai lahan pertanian atau mungkin ditanami pepohonan berakar kuat dan besar. Harapannya, struktur tanah menjadi lebih stabil dan mampu menahan gerusan air hujan. Namun pemerintah desa seharusnya tetap mengusakan untuk penterasiringan dan pengerasan dinding jalan seperti di sungai-sungai itu, Yah,”terangku.
“Hem, boleh juga pendapatmu itu. Tak salah puteri ayah ini jadi bintang kelas terus-menerus,”puji beliau sambil mengacungkan jempul dua ke arah ku. “Ah, ayah, bisa saja. Rara kan hanya menyuarakan hak rara sebagai warga desa ini,”ujarku sambil malu-malu.
“Ra, kebetulan besok ada musyawarah akhir tahun di balai desa. Coba kamu sampaikan pendapat kamu itu di depan warga. Tenang saja, nanti kamu ayah temani. Bagaimana?,”bujuk ayah.
Wah, kesempatan baik ini, pikirku. Tenang saja, ayah. Rara sudah siap presentasi. Tunggu saja, rara siap beraksi ... !.
BANGGA BERBAHASA INDONESIA
"Mencita-citakan Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Penuh kesantunan dan keluhuran"
Saturday, January 1, 2011
Friday, October 29, 2010
MENDEKLAMASIKAN PUISI
Puisi adalah karya sastra yang penyajiannya mengutamakan keindahan bahasa dan kepadatan makna. Selain itu, puisi bisa dikatakan sebuah karangan yang terikat oleh baris dan bait. Oleh karena itu, sebaiknya puisi dibaca dengan suara indah.
Ada empat hal yang seharusnya perlu diperhatikan sebelum sebuah puisi dibaca antara lain sebagai berikut.
1. Perhatikan vokal, penghayatan, dan ekspresi,
2. Pahami tanda-tanda /: tanda untuk jeda sejenak dan //: tanda untuk jeda panjang,
3. Ucapkanlah setiap kata di dalam puisi dengan jelas dan tidak tergesa-gesa, dan
4. Tandai kata/kalimat mana saja yang seharusnya dibaca dengan intonasi tinggi, sedang dan rendah.
Selain empat hal tersebut, perlu diperhatikan juga tekanan atau ritme. Tekanan ada tiga macam, yaitu tekanan dinamik (kuat/lemahnya pengucapan), nada (tekanan tinggi, sedang, atau rendah) dan tempo (cepat atau lambatnya pengucapan).
Bagaimana?. sudah siapkah untuk mendeklamasikan puisi?. Berikut ini contoh puisi untuk anda deklamasikan. O, ya, jangan lupa sebelum anda deklamsikan, sebaiknya anda beri tanda jeda, intonasi dan tekanan yang tepat. Akan lebih baik lagi jika anda berkenan untuk mengirimkannya di forum ini: indonesiaopenlearning.blogspot.com
Selamat berdeklamasi...
Ada empat hal yang seharusnya perlu diperhatikan sebelum sebuah puisi dibaca antara lain sebagai berikut.
1. Perhatikan vokal, penghayatan, dan ekspresi,
2. Pahami tanda-tanda /: tanda untuk jeda sejenak dan //: tanda untuk jeda panjang,
3. Ucapkanlah setiap kata di dalam puisi dengan jelas dan tidak tergesa-gesa, dan
4. Tandai kata/kalimat mana saja yang seharusnya dibaca dengan intonasi tinggi, sedang dan rendah.
Selain empat hal tersebut, perlu diperhatikan juga tekanan atau ritme. Tekanan ada tiga macam, yaitu tekanan dinamik (kuat/lemahnya pengucapan), nada (tekanan tinggi, sedang, atau rendah) dan tempo (cepat atau lambatnya pengucapan).
Bagaimana?. sudah siapkah untuk mendeklamasikan puisi?. Berikut ini contoh puisi untuk anda deklamasikan. O, ya, jangan lupa sebelum anda deklamsikan, sebaiknya anda beri tanda jeda, intonasi dan tekanan yang tepat. Akan lebih baik lagi jika anda berkenan untuk mengirimkannya di forum ini: indonesiaopenlearning.blogspot.com
Selamat berdeklamasi...
Karena Kasih-Mu
Karena kasih-Mu
Engkau tentukan waktu
Sehari lima kali kita bertemu
Aku ingin rupamu
Kulebihi sekali
Sebelum cuaca menali sutera
Berulang-ulang kuintai-intai
Terus-menerus kurasa-rasakan
Sampai sekarang tiada tercapai
Hasrat sukma idaman badan
Pujiku, dikau lagunan kawi
Datang turun dari datuku
Di ujung lidah Engkau letakkan
Piatu teruna di tengah gembala
Sunyi sepi pitunang poyang
Tidak meretak dendang dambaku
Layang lagu tiada melamgsing
Haram gemerincing genta rebana
Hatiku, hatiku
Hatiku sayang tiada bahagia
Hatiku kecil berduka raya
Hilang ia yang dilihatnya
Karya Amir Hamzah
Dari Antologi Apreseasi Kesusastraan
Editor: Jacob Sumardjo dan Saini K.M,
Gramedia, 1986
Wednesday, October 27, 2010
Cerpen: ATM (bagian 2)
Hanya saja, berkat berkat kepedulian Guru Sutar, kenekatan warga dapat diurungkan. Tak terbayangkan apa yang terjadi jika warga pada waktu itu benar-benar melakukan aksi demo. Sebab, kebetulan waktu itu Praseto dan istrinya tidak ada di rumah.
Anehnya, begitu aksi demo gagal digelar, desas-desus tentang diri Prasetyo pun hari demi hari mulai berkurang. Orang pun mulai tak percaya jika Prasetyo memiliki pesugihan seperti yang dikabarkan oleh warga beberapa waktu lalu.
"Aku kini yakin jika kini Prasetyo mengedarkan uang palsu,"kata Ramelan dengan kesempatan lain di sebuah warung ujung gang.
Mendengar hal ini orang oun mulai memperbincangkan makin maraknya peredearan uang palsu ini, ucapan Ramelan itu dianggap masuk akal.
"Bisa juga demikian,"kata Supriah dengan pelan. "Bukan bisa juga tetapi memang begitu,"kata Ramelan dengan suara mantap. Orang yang waktu itu berada di warung pun mulai berpikir. Jangan-jangan yang dikatakan Ramelan itu memang benar.
Esok harinya, setiap orang menerima uang kembalian dari Prasetyo tak ada yang mau menerimanya. Awalnya Prasetyo dan istrinya agak heran dengan sikap para pembeli yang datang ke tokonya. Beberapa hari kemudian, toko Prasetyo tak pernah sekalipun dikunjungi pembeli. Ini menjadikan Prasetyo semakin heran.
Akhirnya, ia pun mengetahui penyebabnya. Oleh warga ia dikabarkan sebagai pengedar uang palsu. Bahkan tak lama kemudian datang aparat kepolisian ke tokonya untuk mengusut berita yang beredar tentang dirinya yang diduga mengedarkan uang palsu.
Meskipun Prasetyo diberitakan sebagai pengedar uang palsu, namun baru beberapa hari kemudian toko miliknya mulai dikunjungi pembeli seperti sebelum tersebar isu tentang dirinya. Keberhasilan Praseto sebenarnya bukan karena pesugihan atau pengedar uang palsu. Ia selama ini terbantu ekonominya lantaran memiliki kartu ATM.
Ia sendiri heran, mengapa setiap mengambil uang tabungannya melalui ATM, sisa tabungannya tak pernah berkurang namun justru bertambah. Awalnya, ia sendiri tak menyadari hal itu. Sebab, setiap ia mengambil uang, kertas yang keluar dari mesin ATM ia buang ke tempat sampah yang berada di balik ATM. Keanehan ini baru desadari ketika ia mengambil uang agak banyak, ternyata mesin ATM mengeluarkan uang seperti yang dikehendaki.
Padahal, selama ini tak merasa pernah menabung. Ketika itulah ia mulai membaca kertas yang keluar dari mesin ATM. Ia pun jadi sangat heran ketika saldo tabungan justru dua kali lipat dengan uang yang diambilnya.
Sejak saat itulah ia mulai rajin mengambil uang melalui ATM, makin bertambahlah uang yang dimilikinya. Ketika istrinya menanyakan menagapa hal itu bisa terjadi, Prasetyo hanya mengatakan bahwa dengan menggunakan nomor PIN-nya secara terbalik, hasilnya pun terbalik juga.
Seharusnya jika diambil, sisa makin berkurang, namun kenyataannya justru malah bertambah. Inilah yang tak pernah diketahui tetangganya, termasuk Ramelan, Pamrih, Langkung, Guru Sutar, dan Minah. (Saya juga ..., :) ).
Sunday, October 24, 2010
Cerpen: ATM (bagian I)
ATM
Menjadi pedagang kaki lima memang merupakan pilihan tearkhir bagi Prasetyo setelah di-PHK karena pabrik tempatnya bekerja bangkrut akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Dengan modal uang pesangon, ia dibantu istrinya mencoba berdagang kaos di depan pasar yang letaknya lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Pada bulan-bulan pertama usahanya Prasetyo belum banyak memperoleh hasil.
Meskipun demikian ia tetap menekuni pekerjaannya sebagai pedagang kaki lima (PKL). Keuntungan yang ia peroleh hanya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Usaha Prasetyo baru tampak ada hasilnya ketika pasar tempat ia menggelar dagangannya terbakar beberapa bulan silam. Keuntungan yang ia peroleh sudah mulai ia tabung. Dengan pengalaman menjadi buruh pabrik, ia memilih bank untuk tempat menyimpan uangnya selama ini.
Keberhasilan Prasetyo dalam beberapa waktu terakhir terlihat emncolok. Ia tidak lagi menjadi PKL yang menggelar dagangannya di troktoar yang sebenarnya diperuntukkan bagi pejalan kaki.
Ia kini memiliki kios di pasar yang telah direnovasi seusai kebakaran lalu.
"Aku heran dengan apa yang dinikmati Prasetyo,"kata Sumin kepada istrinya ketika mereka berdua tengah duduk di depan rumahnya.
"Maksud Akang?,"tanya minah kepada suaminya dengan nada heran.
"Ya, itu lho, dulu dia hanya pedagang kaki lima. Kini telah memiliki toko,"kata Sumin kepada istrinya.
"Lho, Kang ini bagaimana, sih. Pak Prasetyo itu gigih dan ulet, Jadi wajar kan kalau ia kini memiliki toko,"ujar Minah dengan nada masih heran dengan yang baru saja ia dengar dari suaminya.
Keheranan Minah terhadap ucapan suaminya itu karena Minah selama ini tidak pernah mendengar suaminya memperbincangkan tetangganya. Mengapa kini ia tiba-tiba menyoalkan kehidupan Prasetyo yang terbilang sukses.
"Aku tahu, Bu. Prasetyo itu memang orang yang ulet,"kata Sumin sambil mengambil cangkir yang masih berisi teh buatan istrinya tadi sore.
"Kalau begitu, apa yang aneh dengan kehidupan Pak Prasetyo,"tanya Minah seakan heran yang dikatakan suaminya.
"Yang aku herankan, kenapa ia begitu cepat berhasil meraih kesuksesan. Jangan-jangan ...,"kata Sumin berhenti sejenak.
"Jangan-jangan apa, Pak?,"tanya Minah dengan nada agak keras.
Pak Sumin tidak memberi jawaban atas pertnyaan istrinya. Ia hanya memandang istrinya. Kemudian mereka pun terhenti pembicaraannya bersamaan dengan kedatangan anaknya yang baru saja pulang dar masjid yang tak jauh dari rumahnya.
Keheranan atas keberhasilan yang dicapai Prasetyo ternyata tak hanya dirasakan Sumin. Tetangga lainnya pun tampaknya juga heran akan keberhasilan Prasetyo selama ini. dari omongan para tetangga ketika sedang ronda, atau pun ketika mereka bertemu dengan berbagai kesempatan, pembicaraan tentang kesuksesan Prasetyo terasa telah menjadi buah bibir para tetengga.
"Jangan-jangan ia punya pesugihan?,"ujar Ramelan ketika sednag berada di pos ronda. Mendengar ucapan ini ada sebagian lagi yang mengiyakan, namun sebagian lagi ada yang menyangkalnya.
"Melihat kemajuannya, bisa jadi yang dikatakan Ramelan itu benar adanya,"kata Lulut seakan mendukung ucapan Ramelan.
"Memang bisa jadi,"sahut Langkung yang duduk persis di depan Ramelan.
"Tapi, menurutku kok tidak begitu,"ujar Pamrih pelan.
"Mengapa kamu berkata begitu?,"tanya Ramelan dengan nada agak kurang senang dengan ucapan Pamrih. "Prasetyo itu kan rajin ibadahnya. Ia tidak pernah ketinggalan shalat jamaah di masjid kita,"demikian Pamrih mencoba berargumentasi.
"Hah, itu kan dapat dimanipulasi!,"ujar Ramelan dengan nada terkesan makin tak senang dengan ucapan Pamrih yang mencoba memberi alasan.
Meskipun dalam pembicaraan itu tak ada kesempatan, anehnya esok harinya mulai tersebar desas-desus yang menyatakan bahwa Prasetyo mempunyai pesugihan. Tak lebih dari dua hari desas-desas itu mulai menyebar ke seluruh kampung. Warga pun ingin beraksi menggelar demo untuk memprotes Prasetyo yang dinilai kesuksesan yang dicapainya tak wajar.
Bersambung ...
Saturday, October 23, 2010
Mengenal Bahasa Indonesia Lebih Jauh
Apakah kita membiasakan berbahasa Indonesia setiap hari?. Saya yakin bahwa sebagian besar dari pembaca yang budiman segera menganggukkan kepala dengan mantap!. Akan tetapi seberapa besar pengetahuan kita tentang sejarah dan ihwal Bahasa Indonesia itu sendiri?. Mungkin pernah terlintas di benak kita apa dan bagaimana sebenarnya Bahasa Indonesia itu.
Tulisan pada link http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia ini patut kita baca dan simak. Harapannya, pengetahuan akan Bahasa Indonesia pada diri kita semakin kaya dan bermakna. Tidak sekedar berbahasa saja!.
Bagaimana menurut pendapat para pembaca?.
Tulisan pada link http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia ini patut kita baca dan simak. Harapannya, pengetahuan akan Bahasa Indonesia pada diri kita semakin kaya dan bermakna. Tidak sekedar berbahasa saja!.
Bagaimana menurut pendapat para pembaca?.
Bahasa Indonesia dan Malaysia
Pernahkah pembaca barang sejenak menonton film anak-anak Ipin-Upin?. Tentu banyak hal dan aspek yang menggelitik kita untuk banyak berkomentar tentang film ini. Bukan saja kepada amanat cerita yang sarat makna, melainkan juga penggunaan Bahasa Indonesia (kalau boleh dibilang demikian) yang terdengar aneh dan asing di telinga kita.
Sebenarnya bahasa apa yang para tokoh film itu pakai?. Apa perbedaannya dengan bahasa kita, Bahasa Indonesia?. Penjelasan yang cukup singkat tapi jelas dapat dibaca pada link: http://id.wikipedia.org/wiki/Perbedaan_antara_bahasa_Malaysia_dan_bahasa_Indonesia
Bagaimana pendapat pembaca?. Saya tunggu aspirasi pembaca sekalian pada forum ini.
Sebenarnya bahasa apa yang para tokoh film itu pakai?. Apa perbedaannya dengan bahasa kita, Bahasa Indonesia?. Penjelasan yang cukup singkat tapi jelas dapat dibaca pada link: http://id.wikipedia.org/wiki/Perbedaan_antara_bahasa_Malaysia_dan_bahasa_Indonesia
Bagaimana pendapat pembaca?. Saya tunggu aspirasi pembaca sekalian pada forum ini.
SELAMAT DATANG
Selamat datang di dunia kita sendiri. Dunia Bahasa Indonesia. Seharusnya kita tidak asing dengan bahasa nasioanal dan persatuan ini, bukan?. Mari mencintai Bahasa Indonesia dengan cara berbahasa Indonesia dengan baik dan benar lewat apreseasi bahasa tulisan dan lisan. Saya merasa sangat senang tulisan yang sedikit ini dapat membantu kita untuk mencintai bahasa sendiri, apalagi pembaca sekalian ikut berpartisipasi dalam forum blog ini. Selamat berbahasa ...
Subscribe to:
Comments (Atom)